CEO Ini Mewajibkan Pekerjanya Bermain Pokemon Go, Kok Bisa!




Demam pokemon Go memang melanda dunia. Mulai dari anak-anak sampai dengan orang dewasa. Bermain tanpa ada batas usia. Permainan yang membuat kita berputar dan bergerak untuk menemukan pokemon. Permainan ini semakin marak di masa ini sehingga ada beberapa manusia yang pro dan kontra. Kontroversi ini mempunyai dampak bagi  permainan pokemon go tersebut, sampai disebuah Negara pemerintahnya mefatwakan untuk melarang untuk bermain pokemon go karena banyak hal-hal negatif dalam permain tersebut sehingga orang yang bermain pokemon GO focus terhadap permainnya dan menyebabkan disekelilingnya dihiraukan tidak peduli terhadap diri nya sendiri mengakibatkan sebagian orang tetabrak atau jatuh kesuatu lubang dan sebagainya.
Tapi tidak terkecuali pekerja di The Next Web. Jika di banyak organisasi melihat deman Pokemon Go ini sebagai ancaman produktivitas, nyatanya tidak bagi CEO website teknologi The Next Web, Boris Veldhuijzen van Zanten.
Boris malah memberikan pengumuman resmi bagi pekerjanya untuk bermain Pokemon Go selama 30 menit saat bekerja. Sontak, kebijakan bermain Pokemon Go selama 30 menit ini pun disambut baik oleh para pekerjanya.

Saya Mau Keluar dari Jalan Ini Saja!!!



Ustadz, dulu ana merasa semangat dalam dakwah. Tapi belakangan rasanya semakin hambar. Ukhuwah makin kering. Bahkan ana melihat ternyata ikhwah banyak pula yang aneh-aneh." Begitu keluh kesah seorang mad'u kepada murabbinya di suatu malam.


Sang murabbi hanya terdiam, mencoba terus menggali semua kecamuk dalam diri mad'unya. "Lalu, apa yang ingin antum lakukan setelah merasakan semua itu?" sahut sang murabbi setelah sesaat termenung.


“Ana ingin berhenti saja, keluar dari tarbiyah ini. Ana kecewa dengan perilaku beberapa ikhwah yang justru tidak islami. Juga dengan organisasi dakwah yang ana geluti, kaku dan sering mematikan potensi anggota-anggotanya. Bila begini terus, ana mendingan sendiri saja..." jawab mad'u itu.


Sang murabbi termenung kembali. Tidak tampak raut terkejut dari roman wajahnya. Sorot matanya tetap terlihat tenang, seakan jawaban itu memang sudah diketahuinya sejak awal.


"Akhi, bila suatu kali antum naik sebuah kapal mengarungi lautan luas. Kapal itu ternyata sudah amat bobrok. Layarnya banyak berlubang, kayunya banyak yang keropos bahkan kabinnya bau kotoran manusia. Lalu, apa yang akan antum lakukan untuk tetap sampai pada tujuan?" tanya sang murabbi dengan kiasan bermakna dalam.


Sang mad'u terdiam berpikir. Tak kuasa hatinya mendapat umpan balik sedemikian tajam melalui kiasan yang amat tepat.


"Apakah antum memilih untuk terjun ke laut dan berenang sampai tujuan?" sang murabbi mencoba memberi opsi.


"Bila antum terjun ke laut, sesaat antum akan merasa senang. Bebas dari bau kotoran manusia, merasakan kesegaran air laut, atau bebas bermain dengan ikan lumba-lumba. Tapi itu hanya sesaat. Berapa kekuatan antum untuk berenang hingga tujuan? Bagaimana bila ikan hiu datang? Darimana antum mendapat makan dan minum? Bila malam datang, bagaimana antum mengatasi hawa dingin?" serentetan pertanyaan dihamparkan di hadapan sang mad'u.


Tak ayal, sang mad'u menangis tersedu. Tak kuasa rasa hatinya menahan kegundahan sedemikian. Kekecewaannya kadung memuncak, namun sang murabbi yang dihormatinya justru tidak memberi jalan keluar yang sesuai dengan keinginannya.


“Akhi, apakah antum masih merasa bahwa jalan dakwah adalah jalan yang paling utama menuju ridho Allah?" Pertanyaan menohok ini menghujam jiwa sang mad'u. Ia hanya mengangguk.


"Bagaimana bila temyata mobil yang antum kendarai dalam menempuh jalan itu temyata mogok? Antum akan berjalan kaki meninggalkan mobil itu tergeletak di jalan, atau mencoba memperbaikinya?" tanya sang murabbi lagi.


Sang mad'u tetap terdiam dalam sesenggukan tangis perlahannya.


Tiba-tiba ia mengangkat tangannya, "Cukup ustadz, cukup. Ana sadar. Maafkan ana. Ana akan tetap istiqamah. Ana berdakwah bukan untuk mendapat medali kehormatan. Atau agar setiap kata-kata ana diperhatikan..."


"Biarlah yang lain dengan urusan pribadi masing-masing. Ana akan tetap berjalan dalam dakwah ini. Dan hanya Allah saja yang akan membahagiakan ana kelak dengan janji-janji-Nya. Biarlah segala kepedihan yang ana rasakan jadi pelebur dosa-dosa ana", sang mad'u berazzam di hadapan murabbi yang semakin dihormatinya.


Sang murabbi tersenyum. "Akhi, jama'ah ini adalah jama'ah manusia. Mereka adalah kumpulan insan yang punya banyak kelemahan. Tapi di balik kelemahan itu, masih amat banyak kebaikan yang mereka miliki. Mereka adalah pribadi-pribadi yang menyambut seruan Allah untuk berdakwah. Dengan begitu, mereka sedang berproses menjadi manusia terbaik pilihan Allah."


"Bila ada satu dua kelemahan dan kesalahan mereka, janganlah hal itu mendominasi perasaan antum. Sebagaimana Allah ta'ala menghapus dosa manusia dengan amal baik mereka, hapuslah kesalahan mereka di mata antum dengan kebaikan-kebaikan mereka terhadap dakwah selama ini. Karena di mata Allah, belum tentu antum lebih baik dari mereka."


"Futur, mundur, kecewa atau bahkan berpaling menjadi lawan bukanlah jalan yang masuk akal. Apabila setiap ketidak-sepakatan selalu disikapi dengan jalan itu, maka kapankah dakwah ini dapat berjalan dengan baik?" sambungnya panjang lebar.


"Kita bukan sekedar pengamat yang hanya bisa berkomentar. Atau hanya pandai menuding-nuding sebuah kesalahan. Kalau hanya itu, orang kafirpun bisa melakukannya. Tapi kita adalah da'i. Kita adalah khalifah. Kitalah yang diserahi amanat oleh Allah untuk membenahi masalah-masalah di muka bumi. Bukan hanya mengeksposnya, yang bisa jadi justru semakin memperuncing masalah."


"Jangan sampai, kita seperti menyiram bensin ke sebuah bara api. Bara yang tadinya kecil tak bernilai, bisa menjelma menjadi nyala api yang membakar apa saja. Termasuk kita sendiri!"


Sang mad'u termenung merenungi setiap kalimat murabbinya. Azzamnya memang kembali menguat. Namun ada satu hal tetap bergelayut dihatinya.


"Tapi bagaimana ana bisa memperbaiki organisasi dakwah dengan kapasitas ana yang lemah ini?" sebuah pertanyaan konstruktif akhirnya muncul juga.


"Siapa bilang kapasitas antum lemah? Apakah Allah mewahyukan begitu kepada antum? Semua manusia punya kapasitas yang berbeda. Namun tidak ada yang bisa menilai, bahwa yang satu lebih baik dari yang lain!" sahut sang murabbi.


"Bekerjalah dengan ikhlas. Berilah taushiah dalam kebenaran, kesabaran dan kasih sayang kepada semua ikhwah yang terlibat dalam organisasi itu. Karena peringatan selalu berguna bagi orang beriman. Bila ada sebuah isyu atau gosip, tutuplah telinga antum dan bertaubatlah. Singkirkan segala ghil (dengki, benci, iri hati) antum terhadap saudara antum sendiri. Dengan itulah, Bilal yang mantan budak hina menemui kemuliaannya."


Suasana dialog itu mulai mencair. Semakin lama, pembicaraan melebar dengan akrabnya. Tak terasa, kokok ayam jantan memecah suasana. Sang mad'u bergegas mengambil wudhu untuk qiyamullail malam itu. Sang murabbi sibuk membangunkan beberapa mad'unya yang lain dari asyik tidurnya.


Malam itu, sang mad'u menyadari kekhilafannya. Ia bertekad untuk tetap berputar bersama jama'ah dalam mengarungi jalan dakwah. Pencerahan diperolehnya. Demikian juga yang diharapkan dari Antum/antunna yang membaca tulisan ini.. Insya Allah kita tetap istiqamah di jalan dakwah ini.. Dalam samudera tarbiyah ini..


Wallahu a'lam.


sumber: Majalah Al-Izzah, No. 07/Th.4 (dengan perubahan seperlunya)

Renungkan Kembali Antum Sebagai Kader Rohis


Renungkanlah ikhwafillah...
Antum sebenarnya di Rohis ini mau ngapain? Eksistensi? Cari Jodoh? Cari Pengalaman Saja? Cari Uang? Atau Cari Waktu Kosong Saja?

Renungkanlah kembali mengapa harus kita yang berada disini. Mengurusi urusan orang lain untuk menuju kehidupan lebih baik dan menegakan Islam. Juga menunjukan Islam itu tidak hanya mengaji dan mengaji saja. Namun banyak yang tertaut dalam Indahnya Islam, Indahnya Menjadi Muslim Sejati, Indahnya Hidup dalam Naungan Islamiyah.

Namun apakah kita sudah merenungkan kembali mengapa kita berada dalam "Jalan" ini? Jalan yang panjang, Jalan yang Berliku-Liku, Jalan yang penuh dengan Godaan dan Tantangan. Bukan jalan yang enak dan melenakan.

Coba antum bayangkan, disaat orang lain sedang sibuk dengan pelajaran dan hal duniawi saja, tapi antum berusaha untuk mengerjakan pekerjaan yang lebih, yaitu membenahi diri mendekatkan diri kepada Allah SWT. dan juga antum membuat program-program yang bermanfaat untuk antum sendiri dan orang lain? Betapa Istimewanya kita... Bukan lagi memikirkan diri sendiri saja, namun memikirkan orang lain juga. Belum lagi PR yang menumpuk, Belum lagi ada Pejerjaan di Rumah, Belum lagi ada Les/Kursus, dll. Mengapa antum tidak merenungkan kembali mengapa kita berda disini?

Ya.. Memang ane mengakui kehebatan antum untuk membuat sebuah acara besar dan sedang..
Ya.. Memang ane mengakui kalau antum lebih hebat dari ane..
Ya.. Memang antum lah yang lebih hebat..

Namun yang harus antum ketahui, Seberapa Dekatnya antum kepada Allah..?
Sudahkah antum menjalankan semua kewajibannya dan juga menjalankan yang di Sunnahkan Rasulullah..?
Sudahkah antum memberi tauladan yang baik kepada teman-teman antum..?
Sudahkah antum menegur teman2 antum yang melakukan maksia..?
Sudahkah antum mengerjakan "Amar Ma'ruf Nahi Munkar"?

Yang Jelas, SEMAKIN antum mengeluarkan program banyak dan besar, ANTUM harus mempunyai Chargeran IMAN yang lebih.. Karena jika tidak dibarengi dengan KEIMANAN, antum akan mudah GOYAH dan Tujuan antum Bukan lagi berorientasi kepada Ridho Allah. Namun mengejar PUJIAN Manusia.

Bayangkan Akhi wa Ukhti...
dalm hadits Qudsi, Seorang Mujahid Ketika bertemu dengan Allah, dia tidak masuk syurga, karena yang dia inginkan hanyalah Kegagahan..
Seorang Penghafal Qur'an dan menjadi Imam ketika bertemu dengan Allah, dia tidak jadi masuk syurga, karena yang dia niatkan hanyalah pujian Manusia dengan suaranya yang merdu..
Seorang Dermawan ketika bertemu dengan Allah, dia tidak jadi masuk ke Syurga, karena dia berniat karena Ria/Sombong..
Ketika mendengar kisah ini, seorang SAHABAT Rasulullah langsung menangis dan pingsan.. Ketika bangun dan mendengarnya kembali, ia kembali pingsan... Padahal SAHABAT Rasulullah itu adalah orang yang rajin beribadah..
Lantas bagaimanakah dengan kita yg sudah ditinggalkan jauh dari Zaman Rasulullah...?
Bayangkan Akhi wa Ukhti... Sudahkan antum merenungkan kembali...?

Jangan sampai antum kalah dengan KEBATHILAN...

Untuk program Dakwah, jangan hanya membuat acara yang Inklusif saja (untuk internal saja). Namun antum juga harus membuat acara untuk Eksternal Juga. Rangkul semua.. Jangan hanya di kalangan sendiri saja.

Memang benar utamakan yang internal dulu, NAMUN Tanggung Jawab Antum Sebagai Pengurus Rohis dan Seorang Da'i mana terhadap Orang Lain yang sangat membutuhkan???

Apalagi sekarang sedang beredar kasus NII dan Terorisme..

Antum sudah tau belum dampak buruknya terhadap ROHIS...?

Rohis di "blacklist" sebagai salah satu sumber Radikalisasi. (Pernyataan Sydne Jones beberapa waktu lalu)
Juga sebagai celah masuknya NII.

Bayangkan sampai acara rohis, mentoring saja dipantau terus. Dan juga banyak rohis2 sekolah lain disana yang sudah gulung tikar dan menutup rapat terhadap Rohis.. Banyak Orang Tua juga meng-Cover anak-anaknya untuk ikuti program Rohis.. Juga Pandangan Sinis banyak orang terhadap Rohis...

Padahal Rohis itu adalah Mengajarkan Kita Untuk Mejadi Muslim Sejari (Allah,Rasulullah,Al-Qur'an,Hadits)
Sudah banyak prestasi yang dibawa KADER Rohis. Dari Juara Kelas, Juara Olimpiade, Juara lomba, rangking 1, Murid terbaik, Murid Tersopan, Sering mengerjakan PR, Anak Kesayangan Guru, dll. Banyak yang sudah diukir oleh Rohis. Karena Rohis itu mengajarkan kita untuk menjadi lebih baik. Muslim yang Cerdas dan Berakhlak Baik..

Dasar "mereka" saja yang tidak senang dengan rohis yang mengaitkan masalah NII dan Radikalisme dengan Rohis.

Apakah Antum Rela Kondisi ini terus memuncak dan semakin para? Media Masa sudah gencar mem-posting masalah ini. Apakah Antum Diam Saja Akhi wa Ukhti...?

Apakah antum menunggu sampai penyesalan itu datang dan antum hanya Menangis Saja?
Penuhi Tarbiyah Antum.. Penuhi Hari Antum dengan Iman.. Penuhi Diri Antum dengan Ilmu..
lalu Buatlah Program2 yang berguna untuk itu Semua...

Bukan malah sibuk dengan program, namun tarbiyah dan Iman antum di nomer duakan.. Salah besar.. Harus dibarengi..


#copyright lembaran si aktifis


Entri Populer